Kisah dibawah ini memang bukan kisah yang sengaja ku tulis. Kisah ini adalah hasil postingan salah satu temanku di milis cita cita. Kisah yang begitu inspiratif. Sangat mengharukan namun mengobarkan semangat tuk terus berjuang menghadapi segala cobaan yang kita punya. Aku jadi makin yakin bahwa sakit bukanlah hal buruk, sakit adalah anugerah yang 4w1 berikan dan biarlah smua menjadi indah pada waktunya.
Hai temen-temen...
Aku mau cerita tentang perjuangan seorang teman yang didetik terakhirnya dia mendapatkan kebahagiaan dari seseorang yang tulus mencintainya. Temanku itu namanya Eni Fatmawati. Aku mengenalnya sejak semester pertama aku kuliah diD3 di
Memasuki semester III, Eni mulai jarang kuliah. Aku pikir Eni lagi malas, ya biasalah kuliah kadang mood-mood-an. Kehadiran Eni dikampus juga bisa dihitung dengan jari. Aku coba menghubungi Eni, tapi jawaban yang aku dapat tetap sama "AKU LAGI MALAS NIH!!” NggakHappy Land Medical Centre.
Hah, ternyata aku telepon waktu itu Eni udah dirawat diRS? ”Kenapa Eni nggak bilang, Eni sakit apaan?” Semua pertanyaan itu langsung ada dipikiranku. Aku langsung tancap gas menuju
Aku menghela nafas, karena temanku sakit parah. Badanku lunglai begitu juga Anti. Akhirnya kami diantar menemui Eni. Ya Tuhan, semua badannya mengeluarkan bintik merah dan berair. Ditempat tidurnya banyak kulit yang mengelupas. Seluruh jendela kamarnya sengaja ditutupi koran, agar sinar matahari tidak masuk. Aku melihat Eni tersenyum, dia tampak tegar dengan sakitnya. Aku mendekati Eni dan hanya bilang "Eni, yang sabar ya. Aku yakin pasti kamu sembuh". Mengucapkan itu saja, mulutku terasa berat.Aku tau penyakit itu tidak ada obatnya. Eni minta maaf kepada kami karena tidak memberitahu kalo dia dirawat diRS. Sewaktu aku tanya apa alasannya, dia menjawab karena penyakit ini teman-temannya menjauhinya. Mereka pikir LUPUS penyakit menular. Eni takut kami akan melakukan hal yang sama.
Anti meyakinkan Eni, kalo kami adalah sahabatnya, kami nggak merasa jijik ataupun risih dengan kondisi dia. Setelah tiga minggu dirawat, Eni diizinkan pulang. Eni kembali kuliah seperti biasanya. Rasa penasaranku muncul lagi tentang LUPUS. Sehabis kuliah Hukum Bisnis, aku dan Desy ke warnet samping kampus. Kami cari info penyakit aneh tersebut. Benar, penyakit LUPUS belum ada obatnya dan kebanyakan menyerang wanita. Lambat laun wanita yang menderita sakit tersebut, rambutnya rontok, mengalami kebutaan, lumpuh dan jika sudah menyerang ginjal bisa menimbulkan kematian.
Selesai kuliah, aku kumpulin Desy dan Anti untuk membicarakan kondisi Eni yang semakin buruk. Rupanya Eni tau kami kumpul dibakso Gress Galeria Mall. Artikel yang aku temukan diinternet dibaca Eni. Aku menyesal kenapa nggak cepat-cepat aku masukkan. Eni hanya berucap "Aku tau umurku seperti seutas tali. Aku beruntung didetik terakhirku, aku mendapatkan sahabat sebaik kalian. Kalian menjaga aku, tapi tenang ya aku nggak apa-apa". Kami sadar yang Eni butuhkan bukan kesedihan dan belas kasihan melainkan dukungan dari orang-orang terdekatnya.
Nggak lama kemudian, Mas Indra kekasih Eni datang menjemput Eni. Sore ini waktunya Eni kontrol. Eni dan Mas Indra pacaran sejak SMP. Mas Indra sosok cowok yang setia. Eni sakit pun, Mas Indra ikut menemaninya diRS. Kalo Eni mengeluh persendian kakinya nyeri, Mas Indra mau menggendong Eni ke kamar mandi. Alhamdulillah Eni bisa mengikuti ujian mid dan akhir meski hasil yang dia dapatkan nggak optimal. Kondisi Eni drop lagi saat pertengahan semester 4. Dia tetap memaksakan untuk puasa ramadhan. Akhirnya kembali Eni dirawat diRS. Kali ini dia harus menjalani
operasi pengambilan jaringan kulit untuk diteliti tim dokter. Eni sms aku saat jam 22.00. Aku membangunkan Anti dan segera menyusul Eni. Pagi harinya Eni baru tersadar dari pengaruh obat bius. Sekitar jam 11.00, dokter yang menangani Eni memeriksa keadaan Eni. Eni memintaku untuk menyisirkan rambutnya. Astagfirullah, begitu banyak rambutnya yang rontok. Air mataku menetes tanpa sepengetahuan Eni. Dalam hati aku berdoa supaya Eni diberi mukjizat dan dipanjangkan umurnya.
Diluar Anti mendengar pembicaraan antara orangtua Eni dan tim dokter. Anti menghampiriku sambil berbisik "Eni hanya punya waktu 5 tahun untuk bertahan". Atas saran dokter juga Eni diminta untuk tidak melanjutkan kuliahnya. Dia tidak diperbolehkan mikir yang terlalu berat. Eni shock dan semua barang-barang yang ada didekatnya dilempar. Dia menangis, harapannya wisuda tahun depan pupus sudah. Anti mencoba menenangkan Eni. Pelan-pelan Anti menasehatinya kalo keputusan yang diambil sekarang terbaik untuk Eni.
April 2005, aku menyelesaikan studiku diD3.
Meski hubungan komunikasi kami sempat terputus, Mas Indra selalu mengabari kami mengenai kondisi Eni. Aku melanjutkan studi S1 ku dan mas Indra sendiri tiba-tiba menghilang. Akuberharap bisa bertemu Mas Indra. Anti mengusulkan ke aku kalo ada waktu maen ke rumah mas Indra. Aku mengiyakan tapi untunglah saat Anti mendaftarkan Brevet Pajak, dia bertemu Mas Indra. Mas Indra cerita banyak termasuk kelanjutan hubungan dia dan Eni.
Enam bulan yang lalu Eni yang masih disingapura, menelepon Mas Indra. Eni memutuskan hubungannya dengan Mas Indra. Eni bilang kalo dia nggak mau merepotkan mas Indra, biarlah Mas Indra mencari lagi jangan mengharapkan Eni. Tiga hari kemudian mas Indra meneleponku. Dia ngajak aku makan diluar. Pasti dia mau curhat karena dari suaranya dia seperti orang bingung. Aku janjian di warung steak setelah les bahasa inggris. Mas Indra cerita panjang lebar. Dia bekerja dikantor akuntan publik tetapi dia mau mengundurkan diri. Dia ingin menemani Eni hingga detik terakhir. Selama ini Mas Indra menerima segala kekurangan Eni. Begitu tulus cinta dan sayang yang diberikan kepada Eni. Aku terharu mendengarnya apalagi saat Mas Indra mengeluarkan cincin dari sakunya. Dia akan menyusul Eni dan melamarnya. Eni layak mendapatkan kebahagiaan itu dibalik cobaan yang dia hadapi.
Bulan Februari kemarin aku mendapatkan kabar kalo Eni menerima lamaran Mas Indra. Awal 2009 mereka akan menikah. Eni akhirnya menghentikan pengobatannya disingapura dan dia kembali ke kota kelahirannya balikpapan. Permintaan terakhirnya biarkan dia melanjutkan sisa hidupnya tanpa bantuan obat. Saat menikah nanti Eni tidak bisa melihat dirinya memakai kebaya karena penyakit LUPUS sudah menyerang indera penglihatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar