Senin, 24 Agustus 2015

Penganten Dadakan (Part 3 )

Dan istikhoroh pun menjawab semuanya Istikhoroh kami lakukan tiap hari. Aku tak tahu, ia melakukannya berapa kali. Tapi aku sendiri selalu melakukannya ba'da sholat wajib, kecuali ba'da ashar aku ganti menjadi pada sepertiga malam sembari qiyamullail. Aku terus memohon petunjuk pada Allah. Memohon jawab melalui pertanda yang mudah ditafsirkan, pertanda yang jelas, pertanda yang tak membuat bingung. Aku meminta keteguhan hati bila memang ia jodoh ku. Kemudian, tiga hari setelah pertemuan itu. Aku bermimpi. Wuih, mimpi bagi ku adalah moment langka yang sangat jarang terjadi. Aku tergolong mahluk jarang sekali bermimpi. Bisa dihitung dengan jari berapa kali aku mimpi seumur hidupku. Dan ketika itu, aku malah kedapatan mimpi yang tak biasa. Hmm, dikisahkan di dalam mimpi itu. Aku tengah bertemu dengan salah seorang sahabat masa SD yang saat ini sedang S2 di malaysia. Sahabat yang pernah berjanji akan menjodohkan ku. Sahabat yang insya Allah pandai manjaga amanah. Tatkala kami berbincang, didapati dua orang lelaki tengah memandangi kami dari jauh. Seorang lelaki dengan paras yang begitu jelas, bertopang dagu memandangi ku. Rekannya, tak terlihat jelas bagaimana rupanya, menunjuk-nunjuk ke arah lelaki tadi, seraya mengatakan "ini dia orangnya, dia orangnya, dia orangnya". Ya, lelaki yang ditunjuk itu, adalah dia. Dia yang tengah mengkhitbah ku. Dia yang akan menjadi suamiku. Masya Allah, mimpi ini benar-benar bikin kaget bukan kepalang. Aku bingung. Bertanya-tanya dalam hati, benarkah ini petunjuk atau syetan sengaja membuat mimpi macam itu. Aku tak berani menafsirkan. Seperti biasa, aku selalu menceritakan apapun pada umi. Begitu mendengar kabar mimpi ini, umi kontan mengatakan, " insya Allah, mimpi itu benar petunjuk buat mu fii, dia benar jodohmu! Masih belum percaya, aku crosscheck pada teman dekat ku untuk memastikan kebenaran makna mimpi ini. Lagi-lagi, teman ku bilang, mimpi itu bermakna positif. Hmm, pertanda bahwa dia jodoh ku. Aku tak langsung senang, istikhoroh terus dilakukan. Tiap hari. Aku Percaya Padanya... Percaya. Itu efek lain setelah melanjutkan istikhoroh. Aku bahkan tak bisa mendefinisikan percaya jenis apa yang aku dapati di hati. Bagaimana bisa, aku percaya pada pria yang baru kutemui 1x saja?! Entahlah, pokoknya aku PERCAYA. Aku bahkan seperti kehabisan pertanyaan yang akan diajukan pada proses ta'aruf kala itu. Aku jadi merasa tak perlu lagi menanyakan apapun. Cukuplah info yang sedikit itu menjadi bekal bagiku. Ah, aneh memang. Aku pun bingung. Tapi begitulah adanya. Allah menganugerahiku rasa percaya. Dan dia pun mendapat jawaban... Sebetulnya, aku sedikit takut, apa yang menjadi jawaban pada diriku tak sama dengan jawaban istikhorohnya. Beberapa kali aku memancing pertanyaan mengenai jawaban istikhoroh itu, tnyata dia tak sama sekali mendapati pertanda. Hmm, aku makin panik. Akhirnya, setelah disepakati tenggat waktu dua pekan sebagai batas akhir jawaban istikhoroh, akhirnya ia menceritakan hasil istikhorohnya. Kami chatting via YM. Dikisahkanlah ia memutuskan ta'aruf denganku hingga proses ini berlanjut. Tentang bagaimana proses awal perjodohan ini terjadi. Adalah sahabat masa kuliah sekaligus kakak bagi saya, dan juga rekan kerjanya yang jadi mak comblangnya. Kami (saya dan dia) belum pernah kenal sebelumnya. Mak comblang inilah yang berjasa :) Singkatnya, hasil istikhorohnya positif. Meski ia tak dihadiahi mimpi. Tapi keyakinan memantapkan untuk melanjutkan taaruf ini ke jenjang yg lebih serius lagi. Lalu, diakhir chatting itu dia bilang "would u be my wife" Masya Allah...jadi gini ya rasanya dilamar hehehe. Walaupun sebelumnya saya pernah “ditembak” beberapa orang, tapi yang ini beda. Ini ajakan menikah, jadi istri. Oo... Dan Keluarganya Berkunjung ke Rumahku... Setelah aksi lamaran via YM itu, tibalah giliran sesi ta’aruf berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Waktunya seluruh keluarga inti saling mengenal. Berkunjunglah ayah, mama, dan dua adik perempuannya ke rumah. Sebelumnya dia ngotot langsung lamar, tapi aku masih ingin berkenalan dulu dengan orang tuanya. Ingin melihat respon keluarganya terhadap keluarga kami. Minggu siang itu, datanglah ia bersama keluarganya. Membawa satu cheese cake dan chocolate cake special buat ku. Hihiy...yang bikin lucu, kue cokelat itu pake catatan “itu khusus buat fii ya”. Hohoho...ini sih sama aja perintah menggemukkan badan :D. Obrolan berjalan lancar. Ayahnya nampak langsung akrab dengan abi. Lalu mamah langsung klop dengan umi. Sementara adiknya yg salah satu namanya sama dengan ku juga begitu. Kami semua seperti sudah kenal lama. Asik ngobrol ngalor ngidul. Malah dia yang terbengong-bengong lantaran pembicaraan tak mengarah pada lamaran sama sekali hihihi... Pertemuan ditutup tanpa penentuan tanggal lamaran kami :D. Abi malah bilang sebaiknya nanti dia berkunjung lagi untuk membicarakan tanggal lamaran. Aku nurut saja, bila memang berjodoh, semestinya semua berjalan lancar-lancar saja. Kemudian, Aku di Khitbah... cincin yg dihadiahkannya untukkucincin yg dihadiahkannya untukku 13 November 2010, jadi salah satu tanggal sakti lagi buatku. Sebulan setelah proses ta’aruf itu, aku dilamar. Ya, dilamar secara resmi oleh dia. Beserta keluarga besarnya datang ke rumah ku. Subhanallah, tak terlalu berbeda juga kultur dan gaya keluarga besarnya, bikin aku ga asing lagi. Lagi-lagi, saling menyapa, ngobrol dan kami langsung akrab saja. Hari itu, aku secara resmi dilamar. Ya, Pria yang yang pertama kali berproses ta’aruf denganku inilah kelak jadi suamiku. Seperti lamaran via YM sebelumnya, aku menerima lamarannya. Dihadiahinya cincin emas putih untukku. Setelah proses lamaran inilah, aku baru berteleponan dengannya. Sebelumnya, bahkan abi tak mengijinkan ia meneleponku. Sebetulnya sebelum mengangkat telepon darinya, aku ijin dulu sama abi, ternyata beliau mengijinkan. Tapi, tak boleh keseringan katanya... Akhirnya, Aku Mengunjungi Rumahnya... Sepekan setelah lamaran, tibalah saatnya aku mengunjungi rumahnya. Mungkin aneh buat kalian, karena abi berani menerima lamaran seorang lelaki yang kami saja belum tau rumahnya dimana? Maksudnya, kami sebelumnya tak pernah berkunjung ke rumahnya. Ya, istikhorohlah yang meyakinkan kami, insya Allah pria dan keluarga ini benar-benar keluarga baik-baik. Dan memang, bagi kami, status ekonomi bukan ukuran dalam memilih pendamping, kesholehan yang paling utama. Jadi, tak jadi soal bagaimana rupa rumahnya, toh aku menikahi anak lelakinya, bukan rumahnya. Oya, kunjungan ini sebetulnya sekalian menentukan tanggal pernikahan. Meski sebelumnya tak semulus ini. Dia calon suamiku jadi mendadak begitu tergesa ingin buru-buru nikah. Dia beberapa kali arrange tanggal sepihak tanpa tanya kesediaan orang tua ku. Sampai sempat agak ribut sedikit lantaran abi ga rela dilangkahi dan saya ikutan pusing karena semua jadi serba terburu dan tergesa. Tapi, semua kembali normal setelah komunikasi yang lebih clear antara kami. Oke, kembali ke kunjungan balasan. Saya harus beberapa kali kebingungan masuk komplek rumahnya. Putar sana-sini, tetep tidak ketemu rumahnya. Hihiy, keliatan sama semua sepertinya. Akhirnya setelah telepon beberapa kali, ketemulah rumahnya. Taraaa...si dia memang sedang tidak di rumah. Saya malah sengaja, maksudnya sih ga usah ketemu :D. Kan mau bicarain tanggal sama orang tuanya aja. Lah, begitu ngobrol-ngobrol soal tanggal, kok ayah dan mama nya malah meminta kami menunggu dia. Oo...ga klop nih. Aku pikir bisa dikompakin aja, antara orang tua kedua belah pihak. Tapi nampaknya orang tuanya serba terserah dia. Abi mengajukan dua opsi, tanggal 18 atau 19 desember 2010. Sembari menjelaskan kalau kami akan membuat akad sekalian resepsi di rumah saja. Karena tetamu dari keluarga kami nampaknya akan sulit jika disuruh kondangan ke gedung. Dan orangtuanya pun tak masalah. Ga lama kemudian, sampailah ia dirumahnya. Sepertia biasa, dia masih saja malu-malu. Cuma curi-curi pandang aja. Disampaikanlah oleh ayahnya tanggal yang kami tawarkan. Dan dipilihlah tanggal 19 desember 2010. To be Continued..